Surabaya – Pimpinan (PP) Gerakan Pemuda Ansor mendesak kepada pemerintah,untuk memberikan pengakuan secara formal model pendidikan pesantren salafiyah, tanpa harus menghilangkan konsep jati diri kepesantrenannya.
Demikian dikatakan Ketua Umum PP Gp Ansor, Nusron Wahid, dalam orasi yang disampaikan di acara Peringatan Harlah GP Ansor ke-80 tahun dan Apel Kebangsaan Banser bersama Presiden Susilo Bmabang Yudhoyono (SBY) di Gedung JX International (Jatim Exspo). Surabaya, Jawa Timur (4/1/2014)
“ Jika dilihat secara obyektif, model pendidikan salafiyah justru penuh dengan ruang untuk memperdayakan santri menjadi kritis dan mandiri. Dan tidak pernah terjadi manipulasi ujian,” tegasnya.
Diakui Nusron, demikian ia disapa, bahwa pekerjaan rumah NU dan Pondok Pesantren sampai sekarang belum tuntas. Menurutnya ,biasiswa dan berbagai program pendidikan selama ini masih sebatas diberikan kepada orang miskin yang belajar di sekolah formal. Sementar Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah masih tidak di akuhi sebagai pendidikan formal.
Padahal esensi dari pendidikan itu sendiri adalah membebaskan manusia dari transformasi nilai yang negatif menjadi positif. Dari manusia yang tidak berdaya menjadi berdaya. Untuk itu, lanjut Nusron, tidak bisa output pendidikan hanya dilihat dari jenjang formalitas selembar ijasah.
“ Ansor telah berpartisipasi mendampingi dan memperdayakan para santri dan siswa dalam memperoleh beasiswa. Rata-rata setahun Ansor memberikan bimbingan pasca ujian nasional kurang lebih 5,000 siswa/santri miskin se-Indonesia secar gratis.Dari 60 persen sudah memperoleh fasilitas,’ Ujarnya.
Selanjutnya, GP Ansor mendesak kepada pemerintah untuk menberikan beasiswa kepada santri miskin yang belajar kitab-kitab salaf di Pondok pesantren, baiknya siswa formal yang memperoleh dana BOS dan lainnya. ( Az + Al )
Redaksi@Suryajagad.Com