Suryajagad.Net - Anak sebagai korban kekerasan merupakan fenomena
sosial yang memerlukan perhatian dari semua pihak. Hampir setiap hari
pemberitaan mengenai anak-anak pada kekerasan fisik dan psikologis dapat
dilihat pada media masa. Banyaknya kasus yang terjadi tentu menimbulkan
pertanyaan mendasar tentang bagaimana melindungi anak-anak dari berbagai
kejahatan. Karena itu kampanye publisitas diperlukan untuk membangun kesadaran
masyarakat.
Kekerasan terhadap anak sudah
membudaya dan dilakukan turun-temurun. Akibatnya, dari tahun ke tahun kasus
kekerasan terhadap anak terus bertambah. Terdapat berbagai macam faktor yang
memicu kekerasan terhadap anak antara lain dikarenakan oleh kemiskinan atau
kesulitan ekonomi yang dihadapi para orang tua. Namun, faktor tersebut bukan
satu-satunya faktor pemicu kekerasan terhadap anak.
Pada prinsipnya pula, tindakan
kekerasan pada anak tidak dapat diterima. Karena secara konstitusional, Pasal
28 UUD 1945 telah menetapkan bahwa anak adalah subyek dan warga negara yang
berhak atas perlindungan dari serangan orang lain, termasuk menjamin peraturan
perundang-undangan termasuk undang-undang yang pro terhadap anak. Selanjutnya
dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, ditentukan bahwa setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup ,tumbuh, dan berkembang , serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan dikriminasi.
Menurut hukum, tumbuh kembang
anak mencakup bukan saja aspek fisik, namun juga psikis, mental, moral,
spiritual, sosial, dan alam pikiran anak. Hak anak untuk hidup, kelangsungan
hidup dan tumbuh kembang (right to life, survival and development), secara
eksplisit juga tertuang dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Diharapkan dengan adanya kampanye
Stop Kekerasan Pada Anak dapat membantu mengurangi kasus kekerasan pada anak,
dan membangun kesadaran dalam masyarakat. Tanpa kesadaran tidak mungkin kita
dapat mengatasi permasalahan ini.
Kekerasan terhadap anak dapat
terjadi di mana saja. Di sekolah, rumah, atau lingkungan tempat bermain. Dari
dipukul, dibentak, dimintai uang secara paksa, dijegal sepulang sekolah hingga
dilecehkan secara seksual. Kenyataan ini tentunya sangat memprihatinkan
dan semakin membuktikan bila kekerasan terhadap anak sampai saat ini masih
belum bisa diselesaikan. Walaupun di Indonesia ini sudah ada aturan hukum dan
perundang-undangan yang mengatur.
Dampak kekerasan pada anak adalah
stigma buruk yang melekat pada korban diantaranya, Pertama, Stigma Internal
yaitu, Kecenderungan korban menyalahkan diri, menutup diri, menghukum diri,
menganggap dirinya aib, hilangnya kepercayaan diri, dan terutama adalah trauma
sehingga seperti halnya perempauan tidak mau lagi berkeluaraga setelah dirinya
trauma menerima kekerasan dari suaminya. Stigma Eksternal yaitu kecenderungan
masyarakat dalam menyalahkan korban, media informasi tanpa empati memberitakan
kasus yang dialami korban secara terbuka, dan tidak menghiraukan hak privasi
korban.
Karena itu untuk menanggulangi
persoalan kekerasan terhadap anak tersebut, perlu adanya penegakan hukum yang
maksimal. Sebab, bukan tidak mungkin fakta-fakta tentang kesengsaraan dan
kesusahan hidup anak akan menjadi persoalan yang sangat pelik di masa
mendatang. Adapun langkah nyata yang harus dilakukan adalah mengampanyekan
penghapusan kekerasan terhadap anak, seperti pemasangan stiker, pelatihan
kepada ibu-ibu, dan permintaan dukungan dari pemerintah di setiap daerah
agar hak-hak anak perlu dilindungi.
Sumber : Stop Kekerasan Terhadap Anak
Editor : Byaz