Suryajagad.Net - Menteri Agama
Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa penguatan pendidikan agama dan
keagamaan di wilayah perbatasan sudah mendesak dan tidak bisa ditunda lagi.
Menurutnya, hasil penelitian Puslitban Pendidikan Agama dan Keagamaan
menunjukan bahwa kebutuhan akan lembaga pendidikan agama dan keagamaan di
wilayah perbatasan sangat tinggi.
“Untuk tahun 2016, kita sudah
punya program-program khusus dalam rangka penguatan pendidikan agama dan
keagamaan kita berdasarkan hasil penelitian Balitbang. Jadi memang sudah tidak
bisa ditungggu lagi. Saudara–saudara kita di sana sangat memerlukan
sekolah, madrasah, serta lembaga pendidikan agama dan keagamaan karena
memang kebutuhan yang tinggi di sana. Karenanya memang sudah saatnya kita
lakukan,” terang Menag usai membuka Seminar Nasional Pendidikan Agama dan
Keagamaan di Wilayah Perbatasan Negara, Jakarta, Kamis (05/11/2015).
“Selama ini, masyarakat
perbatasan merasa sekolah dan madrasah sangat kurang. Tidak hanya
sarana dan prasarananya, tapi juga SDM, guru, tenaga kependidikan, itu
juga perlu mendapatkan perhatian,” tambah Menag.
Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan, pada tahun 2012 dan 2013, telah melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan di wilayah perbatasan negara.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Indonesia Timur dan Barat, tepatnya
di Provinsi NTT (berbatasan dengan Timor Leste dan Australia), Papua
(berbatasan dengan Papua Nugini), Sulawesi Utara (berbatasan dengan Filipina),
Kaltim (berbatasan dengan Malaysia), Riau (berbatasan dengan Malaysia), Kepri
(Singapura), dan Kalbar (berbatasan dengan Malaysia)
Temuan pokok penelitian ini,
penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah rata-rata masih kekurangan tenaga
guru. Penyelenggaraan pendidikan di madrasah rata-rata kekurangan sarana
dan prasarana, serta tenaga pendidik dan kependidikan. Sedangkan
penyelenggaraan pendidikan keagamaan, khususnya Islam rata-rata kekurangan
lembaga dan tenaga pendidik.
Terkait hasil penelitian ini,
Menag memandang perlunya upaya strategis dalam melakukan penguatan
lembaga pendidikan agama dan keagaman di wilayah perbatasan. “Hanya
melalui penguatan itu maka nilai-nilai agama tetap bisa terjaga sehingga, baik
langsung atau tidak langsung, eksistensi keindonesia bisa tetap terjaga,” kata
Menag.
Pendidikan agama dan keagamaan
penting, lanjut Menag, karena nilai agama itulah yang sesungguhya terus menjaga
eksistensi keindonesiaan. Sikap ramah, santun, guyub, gotong royong,
selalu menjunjung tinggi martabat dan harkat kemanusiaan, cinta Tanah Air,
memahami hak dan kewajiban, adalah kebajikan-kebajikan yang semuanya
diajarkan oleh semua agama. “Sehingga pendidikan agama menjadi sangat
penting apalagi di wilayah-wilayah perbatasan yang berdekatan dengan wilayah
tetangga,” tutur Menag.
Melalui seminar ini, Menag
berharap akan ada sinergi dan bagi pengalaman antar Kementerian/Lembaga Negara
(K/L) dalam pembangunan di wilayah perbatasan. Menurutnya, meski Kemenag
membangun lembaga pendidikan agama yang baik, tapi kalau tidak ada akses jalan
ke sana, tidak ada sinyal seluler, atau tidak ada air bersih, maka itu juga tidak
baik. “Sinergitas, koordinasi, kebersamaan juga menjadi seusatu yang mutlak
dilakukan,” tandasnya.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan
Islam Kamaruddin Amin mengatakan bahwa ada tiga komponen yang dilakukan Ditjen
Pendis dalam memperkuat pendidikan agam dan keagamaan di wilayah perbatasan.
Pertama, membina pondok pesantren
di perbatasan. “Ada 11 Provinsi yang termasuk perbatasan. Jadi ada
sekitar 11 pesantren di daerah perbatasan yang kita bina. Anggaran kita beri,
sarpras pembangunan asrama, memberikan guru dan ustadz,” jelasnya.
Kedua, membina madrasah.
Menurutnya, ada ribuan madrasah di perbatasan yang dibina oleh
Kementerian Agama. Ketiga, guru agama di sekolah. “Kita kirim ke daerah
perbatasan untuk mengajar dan tinggal di sana. Kita juga membina dan membimbing
guru-guru di sana. Setiap tahun sekitar 100 orang kita kirim bergantian ke
daerah-daerah perbatasan,” tuturnya.
Ditanya soal program prioritas,
Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini menegaskan pemenuhan
standard pelayanan minimum yang menjadi prioritasnya. Namun demikian,
Kamar mengaku bahwa hal itu tidak hanya menjadi tugas Kemenag, tapi
juga kewajiban pemerintah daerah. Terkait hal ini, Kamaruddin mengaku
Kementerian Agama terus mendorong Pemda agar membantu madrasah
swasta di daerah karena itu menjadi bagian kewajiban mereka juga.
“Sebenarnya yang wajib mengadakan itu
pemerintah daerah. Bupati, Waliktota dan Gubernur itu wajib melengkapi standard
pelayanan minimum termasuk sarprasnya. Jadi pemda harus melengkapi standard
pelayanan minimum yang ada di daerah,” tegas Kamar.
Menurut Kamaruddin, total
anggaran pendidikan sekitar 408 T atau 20% dari APBN. Dari jumlah itu, 253
T dikirim ke daerah sebagai dana desentralisasi pendidikan. Namun demikian,
pendidikan Islam hanya mendapat anggaran 46 T. “Jadi hanya 10% dari anggaran
pendidikan secara nasional. Padahal pendidkan Islam memberikan kontribusi 22%
terhadap pendidikan nasional. Ini yang sedang terus kita
perjuangkan supaya anggaraannya bertambah,” jelasnya.
Sumber : Kemenag.go.id
Editor : Byaz