Suryajagad.Net - Dalam kehidupan
sehari-hari, sering kita dengar orang berbicara dengan nada pesimis. Sikap ini
didasari ketidakmauan untuk mencari kejelasan terhadap suatu perkara. Hal ini
bahkan terjadi pada diri kita sendiri. Atau ada di antara kita yang suka
menghukumi dan menghakimi suatu perkara dengan hanya berdasar pada bukti dan data
yang sangat sedikit .
Sikap seperti ini biasanya muncul
karena kita sering terburu-buru berprasangka negatif terhadap suatu perkara
yang belum jelas dan kita kurang bijaksana dalam menyikapinya. Maka yang muncul
kemudian emosi, marah, mau menang sendiri, dan tidak mau mendengarkan pendapat
orang lain. Sikap menganggap dirinya yang paling benar. Sikap inilah yang
sering jadi penyakit di tengah masyarakat.
Sikap ini mengingkari kenyataan bahwa
banyak orang di sekitar kita yang mungkin lebih pinter, lebih berpengalaman,
lebih berhak bicara, atau dalam bahasa lain tidak bisa nguwongke orang lain. Sikap nguwongke menjadi barang
langka di tengah-tengah kita. Kita lebih suka dan nyaman kalau dipuji-puji dan
enggan berkomunikasi secara terbuka. Suka mencari-cari kesalahan orang lain dan
tidak mau instropeksi diri.
Kualitas seseorang bisa diukur
dari bicaranya. Orang berkualitas baik adalah orang yang bicara pada waktu dan
tempat yang tepat, dan sarat dengan hikmah, yaitu mengandung ide, gagasan ,
ilmu, dzikir, dan solusi yang bermanfaat bagi semua orang.
Allah ta’ala menyebut kualitas dengan
bahasa-bahasa yang sangat indah dalam AL Qur’an; Muttaqiin (orang-orang yang
bertaqwa), muhsiniin (orang-orang yang suka membalas dengan lebih baik), Ahsan
( lebih baik), Shoobiriin (orang-orang yang sabar), Syaakiriin (orang yang
banyak bersyukur)
Begitu luas akibat buruk yang
ditimbulkan oleh sikap su’udzon atau buruk sangka ini. Orang yang suka su’udzon
cenderung suka menilai orang lain dengan memperbesar kekurangannya. Maka
dicari-carilah kekurangannya. Kelebihan yang tampak pada orang lain selalu
ditutup-tutupi, atau kalaupun disebut maka hanya sedikit dengan maksud untuk
menjatuhkan. Inilah mengapa, su’udzon bisa menutup jalan rejeki.
Dalam kehidupan ini tanpa kita
sadari sering bersu’udzon kepada Allah ta’ala.
Berprasangka yang tidak baik kepada Allah ta’ala ditunjukkan dengan
sikap pesimisme, menyerah pada nasib, suka mengeluh, selalu membandingkan
kebaikan diri sendiri dengan orang lain. Hampir tidak ada celah positif dalam
hidupnya. Padahal apa yang terjadi dan
yang akan terjadi sudah menjadi qodrat Allah ta’ala.
Sebuah ujian dalam kehidupan seharusnya kita
menjalani dengan rasa syukur dan lebih meningkatkan keimanan serta ketaqwaan. Hikmah
terindah akan didapatkan apabila itu bisa dilaksanakan dengan terus belajar
sabar dan iklas.
Dalam mengatasi hal ini hanyalah dengan mengubah pola pikir kita dalam menghadapi sesuatu. Kita menyangka baik terhadap orang lain, kalau sangkaan itu salah maka kita tetap dapat pahala kebaikan. Akan tetapi sebaliknya kalau kita su’udzon terhadap orang lain akan berdosa. Berangkat dari su’udzon ini pula kita sering terjatuh ke dalam kubangan Lumpur dan tanpa kita sadari menutup jalan rejeki. (Byaz)
Dalam mengatasi hal ini hanyalah dengan mengubah pola pikir kita dalam menghadapi sesuatu. Kita menyangka baik terhadap orang lain, kalau sangkaan itu salah maka kita tetap dapat pahala kebaikan. Akan tetapi sebaliknya kalau kita su’udzon terhadap orang lain akan berdosa. Berangkat dari su’udzon ini pula kita sering terjatuh ke dalam kubangan Lumpur dan tanpa kita sadari menutup jalan rejeki. (Byaz)