Suryajagad.Net - Kemajuan
teknologi telekomunikasi memberi manfaat yang besar dalam pembangunan ekonomi
nasional. Di Indonesia, saat ini teledensitas seluler telah mencapai 128%.
Namun Kementerian Komunikasi dan Informatika mengamati, sarana komunikasi yang
melekat pada hampir setiap warga negara ini, telah disalahgunakan oleh
segelintir orang untuk melakukan tindak kejahatan melalui beragam modus
penipuan dan tindak kejahatan sehingga banyak orang menerima SMS dan telepon
berisi penipuan, hasutan dan berita bohong.
Banyak pihak meyakini bahwa salah
satu penyubur bagi praktek kejahatan melalui sms dan telepon ini adalah karena
sulitnya melacak siapa yang mengirim sms dan menelepon. Bila ditelusuri, ini
terjadi karena amat mudahnya para pelaku kejahatan mendapatkan kartu perdana (SIM-card)
tanpa harus menunjukkan identitas diri seperti KTP, SIM atau Passport. SIM-card bisa
dibeli di gerai-gerai umum di pinggir jalan yang banyak menjamur dimana-mana.
Dengan mudahnya memperoleh nomor baru dariSIM-card baru, peluang bagi
pelaku kejahatan untuk melakukan tindak kejahatan penipuan dan kejahatan
lainnya semakin besar karena validitas identitas yang digunakan tidak bisa
dilakukan verifikasi.
Kementerian Kominfo telah beberapa kali berupaya
mempersempit peluang terjadinya penyalahgunaan sarana telekomunikasi tersebut.
Salah satu langkah yang pernah dilakukan adalah meminta operator melakukan
penyaringan SMS di jaringan operator maupun upaya teknis lainnya. Namun upaya
teknis itu tidak membuahkan hasil yang memuaskan.
Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kemkominfo menjalin kerjasama
dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam
Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) dalam rangka pemanfaatan Nomor Induk
Kependudukan (NIK), data kependudukan, dan KTP Elektronik, sebagai salah satu
langkah teknis terkait pelaksanaan verifikasi registrasi pelanggan kartu
prabayar. Seperti dalam rilis Suryajagad.net dari siaran Pers Kominfo.go.id,
Jumat (18/12/2015)
Kerjasama tersebut dituangkan
dalam suatu Perjanjian Kerjasama (PKS). PKS ini merupakan tindak lanjut dari
MoU antara Kemendagri dengan Kemkominfo Nomor: 471.12/300/SJ dan Nomor:
32/M.KOMINFO/HK.03.02/01/2013 tentang Kerjasama Pemanfaatan Nomor Induk
Kependudukan, Data Kependudukan dan KTP Elektronik Dalam Layanan Bidang
Komunikasi dan Informatika, yang dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2013 yang
lalu.
Sementara itu 4 (empat) operator
yang telah lebih dulu menjalin kerjasama yaitu PT. Telkom, PT. Telkomsel, PT.
Indosat dan PT.Sampoerna Telekomunikasi Indonesia. Pada pertemuan
ini menyusul 5 (lima) operator lain yang akan menjalin kerjasama tersebut yaitu
PT.XL Axiata, PT. Hutchison 3 Indonesia, PT.Smartfren Telecom dan PT. Smart
Telecom, dan Bakrie Telecom. Pada tanggal 22 September 2014.
Selain penyelenggara seluler,
Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) juga ikut serta dalam
kerjasama ini untuk turut memanfaatkan data kependudukan. Secara garis besar,
PKS ini mengatur hak dan kewajiban pengelola (Ditjen Dukcapil) dengan instansi
pengguna (dalam hal ini Kemkominfo dan para penyelenggara seluler) terkait
pemanfaatan NIK, data kependudukan, dan KTP elektronik.
Kementerian Kominfo meminta
agar operator seluler segera setelah pertemuan ini, dapat memperbaiki
pencatatan/ registrasi identitas calon pelanggan sesuai dengan Surat BRTI
No.326/BRTI/IX/2015 tanggal 21 September 2015 perihal pelaksanaan registrasi
pelanggan pra bayar. NIK yang sudah dijamin ketunggalannya diharapkan dapat
memperbaiki proses registrasi pelanggan seluler di Indonesia. (Byaz)