Suryajagad.Net - Pendidikan agama
yang baik merupakan sarana efektif dalam upaya menangkal radikalisme.
Pendidikan agama juga menjadi proses terbaik untuk menanamkan nilai-nilai
kesantunan, kedamaian, serta bela negara dan kecintaan kepada Tanah Air.
Pandangan ini disampaikan
Kabalitbang-Diklat, Abd. Rahman Mas’ud, saat mewakili Menteri Agama menjadi
narasumber pada Seminar Nasional Kurikulum Pertahanan dan Bela Negara
Universitas Pertahanan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan RI di
Jakarta, Selasa (29/03) kemarin.
Pada kesempatan itu juga dihadiri
Menhan dan Menristek dalam seminar nasional yang diikuit para rektor perguruan
tinggi negeri dan swasta. Seperti dalam rilis Suryajagad.Net dari laman
Kemenag.go.id, Rabu (30/03/2016)
Menurut Mas’ud, benih-benih
munculnya tindakan kekerasan dengan motif agama berawal dari adanya pemahaman
keagamaan yang bercorak literal-skiptural dan cenderung eksklusif. Pemahamaan
seperti ini cenderung mengarahkan penganutnya untuk tidak toleran terhadap
perbedaan dan kemajemukan. Padahal, Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara
yang majemuk dan masyarakatnya dikenal sangat toleran.
Mas’ud menilai, langkah konkret
yang dilakukan, termasuk oleh Kementerian Agama, dalam rangka kontra-radikalime
adalah mengembangkan pendidikan agama yang moderat, rasional, santun, dan
berorientasi pada kesadaran bela negara. Dalam konteks ini, lanjut Mas’ud,
pesantren dalam banyak ragamnya merupakan lembaga kegamaan yang dapat menjadi
basis utama dalam menanamkan bela negara dengan mengutamakan pembentukan pola
pikir berbangasa dan memperkuat ideologi Pancasila . “Ajaran hubbul watan minal
iman: cinta bangsa bagian dari iman cukup mengakar di mainstream dunia pesantren,”
tutur Mas’ud.
Namun demikian, selain soal
kesantunan dan moderatism, Mas’ud menggarisbawahi pentingnya mengkaitkan
pendidikan agama dan bela negara dengan common issues yang lebih menyentuh
kebutuhan dasar manusia. Isu-isu strategis seperti kesejateraan ekonomi
(entrepreneurship), kesehatan (reproduksi), kesetaraan gender (gender equity),
dan kepemerintahan yang baik (good governance), perlu dikaitkan dengan
pendidikan agama dan bela negara sehingga lebih kontekstual. Termasuk dalam hal
ini adalah perlunya rembug bersama para pemimpin agama tentang permasalahan
sosial terlebih tentang toleransi dan penghargaan perbedaan. (Byaz)