Suryajagad.Net - Hasil penelitian tentang sikap pelaku usaha kecil
terhadap UU Nomor 33 Tahun 2016 tentang Jaminan Produk Halal yang dilakukan
Kementerian Agama melalui Badan Litbang dan Diklat ditemukan dua hal, salah
satunya yakni saat ini pelaku usaha yang melakukan sertifikasi masih jauh lebih
sedikit dibandingkan jumlah produk yang dihasilkan, padahal berdasarkan UU JPH tersebut,
setiap produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia harus sudah
bersertifikasi halal.
“Padahal, disebutkan dalam UU
tersebut bahwa kewajiban bersertifikat halal atas produk yang beredar di
Indonesia berlaku hingga 5 tahun sejak UU ini diundangkan,” terang Kabalitbang
dan Diklat Abd Rahman Masud saat memberikan pengantar sekaligus membuka seminar
hasil penelitian tentang sikap pelaku usaha kecil terhadap UU Nomor 33 Tahun
2016 di Jakarta. Seperti dalam rilis Suryajagad.Net dari laman Kemenag.go.id,
Jumat (06/05/2016)
Kementerian Agama melakukan
penelitian tentang sikap pelaku usaha kecil terhadap UU Nomor 33 Tahun 2016
tentang jaminan produk halal yang sudah ditetapkan sejak 17 Oktober 2014, agar
UU ini dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang notabene masyarakat
muslim Indonesia.
Penelitian ini bersifat
mixmethod, dilakukan pada 24 provinsi pelaku usaha kecil sebagai sampel, 18
Provinsi sebagai penelitian kuantitatif, dan 6 provinsi penelitian kualitatif.
Mas’ud berharap, dalam seminar
hasil penelitian ini kiranya dapat menghasilkan regulasi terkait UU JPH yang
ada, sebab, Kemenag khususnya Balitbang dan Diklat sangat mendukung adanya BPJH segera
dibentuk, agar produk yang dijual masyarakat mendapat jaminan kehalalannya.
Selain hasil kajian di atas,
ditemukan sejumlah catatan lain. Pertama, harus ada peningkatan pengetahuan
kepada pelaku usaha agar mereka mau melakukan sertifikasi halal. Kedua, tingkat
afeksi (setuju) dari pelaku usaha kecil terhadap UU JPH relatif
tinggi, dengan besaran rerata afeksi sebesar 72,66 persen. Ketiga, kemauan
(Konasi) pelaku usaha untuk melaksanakan aturan UU JPH, terhadap
sertifikasi halal hasil produknya masih rendah, ini bisa dimungkinkan karena
biaya sertifikasi halal masih dianggap sebagai beban bagi para pelaku usaha,
dan sertifikasi halal bagi sebagian pelaku usaha masih dianggap sebagai
kewajiban keagamaan.
Sementara itu, sebagai pembicara
dari Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan bahwa
hasil penelitian ini perlu disosialisasikan, karena penelitan ini
penting. “Sebab, ada juga ditemukan bahwa masih banyak sebagian produsen
mencari bahan makanan murah dan mudah, belum memperhatikan thoyyib nya,” ujar
Ledia. (Byaz)