Suryajagad.Net - Harapan akan adanya kesepakatan metode
penetapan awal bulan Hijriyah kembali mengemuka. Sejumlah pimpinan ormas
menyampaikan hal itu dalam kesempatan Sidang Itsbat (penetapan) awal Ramadan
1437H/2016M.
Sebuah pertanyaan terkait ini
juga disampaikan oleh salah satu jurnalis dalam kesempatan jumpa
pers usai sidang itsbat. Akan hal ini, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI)
KH Makruf Amin mengatakan bahwa MUI sampai sekarang masih terus
berupaya mencari titik temu dalam metode penetapan awal bulan Hijriyah.
Menurutnya, MUI telah
mengeluarkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan,
Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal
Ramadan, Syawwal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab
oleh Pemerintah RI , Menteri Agama dan
berlaku secara nasional.
“Fatwa MUI 2004
sudah menetapkan dua hal. Pertama, metode penetapan awal Ramadan,
Syawwal, dan Dzulhijjah menggabungkan hisab dan rukyat. Maka lahirlah metode imkanurrukyat.
Kedua, yang berhak menetapkan adalah pemerintah berdasarkan pandangan ulama,”
terangnya, seperti dalam rilis
Suryajagad.Net dari laman Kemenag.go.id, Minggu malam (05/06/2016)
“Jadi dua ini yang sekarang
digunakan dalam rangka penetapan awal Ramadan melalui sidang itsbat. Bahwa
masih ada yang belum sama, kita akan terus mencari metode yang bisa
menggabungkan seluruhnya. Kita terus melakukan pendekatan dan pencerahan
terkait penetapan awal bulan Hijriyah. Mudah-mudahan perbedaan ini nantinya
bisa disamakan,” harapnya.
Sebelumnya, Menag Lukman
mengatakan, Pemerintah dan ulama telah bersepakat bahwa Indonesia menggunakan
metode hisab dan rukyat dalam penetapan awal Ramadan, Syawwal, dan Dzulhijjah.
Menurutnya, hisab menjadi basis menentukan awal bulan yang dikonfirmasi
dengan menggunakan metode rukyat. Akan halnya masih terjadi perbedaan, Menag
berharap ke depan semua pihak bisa duduk bersama untuk menemukan dan
menyepakati kriteria sehingga semuanya memiliki kesamaan cara pandang yang
diharapkan dapat menghindari kemungkinan perbedaan di kemudian hari. (Byaz)