Suryajagad.Net - Pergantian
Kapolri dari Jenderal Badrodin Haiti kepada Jenderal M. Tito Karnavian membawa
harapan baru. Salah satunya, dalam hal pelayanan publik yang merupakan ujung
dari reformasi birokrasi di tubuh Polri, seperti dijanjikan Tito.
Banyak sudut dalam pelayanan yang
dikeluhkan masyarakat selama ini, meskipun sudah berkali-kali dilakukan
perbaikan. Dalam hal pembuatan SIM misalnya, masih banyak ditemui keluhan. Calo
yang berkeliaran memang sudah banyak berkurang, tetapi dari pengakuan berbagai
pihak, praktek percaloan masih banyak terjadi, yang justru dilakukan oleh
petugas kepolisian sendiri. Tidak jarang seseorang yang akan membuat SIM A atau
C harus mengeluarkan dana Rp 400 ribu sampai Rp 700 ribu. Angka ini jauh
dibanding biaya resmi yang hanya Rp 155.000.
Padahal, minat masyarakat untuk
memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) begitu besar, karena merupakan salah satu
syarat yang harus dimiliki seseorang untuk mengemudi kendaraan, baik roda dua
dan roda empat. Namun, untuk memperoleh SIM tersebut ternyata tidak mudah.
Untuk bisa cepat lulus tes teori dan praktek, tidak mudah tanpa ada 'bantuan'.
Keluhan pembuatan SIM yang
terkesan dipersulit oleh oknum anggota Polisi sudah menjadi rahasia umum.
Karena hampir semua orang yang datang pertama kali untuk membuat SIM selalu
gagal di awal tes teori. Bahkan ada yang harus mengulang hingga 9 sampai 10
kali. Mereka yang lulus dengan cepat mayoritas mendapat 'bantuan' dari petugas
setempat.
Selain pembuatan SIM,
memperpanjang SIM juga menjadi masalah tersendiri. Padahal, Kepolisian
sebelumnya sudah meluncurkan SIM Online yang bertujuan untuk mempermudah
perpanjangan SIM. Namun, di kantor Samsat ini, perpanjangan SIM justru memakan
waktu lebih lama.
Sementara itu, Asdep Koordinasi
Pelaksanaan, Kebijakan, dan Evaluasi Pelayanan Publik Wilayah I Noviana Andrina
mengatakan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PANRB) tidak bisa langsung melakukan pengawasan terhadap pelayanan yang
diberikan oleh masing-masing instansi. Tugas Kedeputian Pelayanan Publik
Kementerian PANRB melakukan pembinaan dan monitoring pelayanan yang ada
berdasarkan Undang-Undang No. 25/2019 tentang Pelayanan Publik.
“Ketika ada pengaduan, kita
langsung melakukan konfirmasi kepada instansi yang bersangkutan. Tetapi kita
tidak bisa melakukan pengawasan secara langsung, karena mereka sendiri sudah
mempunya pengawas internal untuk pelayanan yang mereka berikan,” kata Novi.
Dia mengakui bahwa pelayanan
terhadap pembuatan SIM di tanah air masih sulit. Untuk itu, dia menyarankan
agar Kepolisian mengubah sistem yang selama ini dilakukan, khususnya dalam hal
transparansi.
“Seharusnya ada transparansi dari segala aspek
dalam pembuatan SIM ini, sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan, apalagi
jika mereka harus selalu mengulang tes, seperti teori dan praktek hingga
beberapa kali. Sistemnya harus diubah,” tegas Novi.
Proses pembuatan SIM yang
berbelit-belit ini tak lepas dari perhatian Presiden Joko Widodo menegaskan
bahwa dirinya tidak ingin rakyat mengeluh tentang pelayanan yang lamban,
berbelit-belit, dan diwarnai pungutan liar (pungli).
“Saya tidak ingin mendengar keluhan di rakyat
mengenai pelayanan publik. Dioper sana-sini, berbelit-belit, tidak jelas waktu
dan biayanya. Semuanya harus hilang, Praktik-praktik percaloan dan pungli juga
harus hilang,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas soal peningkatan
pelayanan public di kantor Presiden, Kamis (28/04/2016) silam.
Dengan dilantiknya Tito Karnavian
sebagai Kapolri, masyarakat pun menaruh harapan yang besar untuk mendapatkan
pelayanan yang berih dari pungli dan KKN. Apalagi Tito berencana akan
mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi (TI) agar pelayanan publik
menjadi lebih baik. Di samping itu system, rekrutmennya akan diperbaiki, karena
rekrutmen itu menentukan 70 persen kinerja.
“Kalau memilih orang yang tidak tepat, orang yang
salah, mereka nanti tidak akan menjadi pelindung pengayom, tapi akan menjadi
pengganggu masyarakat,” kata Tito usai dilantik menjadi Kapolri, Rabu (13/07/2016).
Dia menambahkan, dirinya akan
mengembangkan rekrutmen, seleksi, pendidikan dan kurikulum dengan baik untuk
menghilangkan budaya koruptif. Dia juga akan mengembangkan pengiriman sejumlah
anggota polisi muda untuk belajar ke luar negeri dalam program LPDP 70 orang
yang berangkat dari Akpol.
“Kita harapkan ada percepatan
regenerasi karena mereka nanti bukannya hanya mendapatkan ilmu di negara yang
indeks korupsinya rendah, seperti di Amerika dan Inggris. Kita harapkan mereka
juga bisa membawa kultur ke sini, kultur mereka, mindset mereka adalah mindset
yang non koruptif. Ini yang banyak kita lakukan nanti dalam rangka reformasi
internal,” kata Tito.
Sumber : Menpan.go.id
Editor : Byaz