Suryajagad.Net - Kemajuan teknologi mengantarkan manusia pada
kemudahan untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi. Media sosial
berkembang demikian pesat membongkar sekat komunikasi umat. Di depan 152 orang
peserta gelaran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumatera Utara itu, Menag mengajak
pemuka agama dan umat beragama agar memiliki filter dalam menyikapi konten yang
beredar di media sosial.
"Di era globalisasi, tiada
lagi batasan dalam berkomunikasi. Tanpa adanya filter konten, ini berpotensi
memicu masalah baru," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam
diskusi publik Umat Beragama Mencegah Konflik SARA pada Media Sosial dan
Informasi Transaksi Elektronik. Seperti dalam rilis Suryajagad.Net dari laman
Kemenag.go.id, (18/11/2016)
Menurutnya melalui media sosial,
banyak konten negatif dan ujaran kebencian beredar bahkan dibagikan tanpa lagi
filter atau pun verifikasi kebenarannya. Hal itu diperlukan kearifan dan sikap
bijak sebelum menjadi bagian yang ikut menyebarluaskan.
Menag berharap umat beragama
dapat menyaring (filter) informasi di media sosial yang diterimanya, sebelum
ikut menyebarluaskan. Hal itu penting dalam rangka meminimalisir potensi
terjadinya konflik SARA yang bersumber dari informasi yang berkembang di media
sosial.
"Perubahan akan semakin
cepat lima sepuluh tahun ke depan. Ini jadi tantangan para pemuka agama dalam
memberikan pemahaman keagamaan pada umat," tutur Lukman.
Menag menjelaskan paling tidak
ada dua tantangan yang dihadapi pemuka agama dan umat beragama saat ini.
Pertama, bagaimana mereka tetap menjaga hakikat misi agama itu sendiri, yakni
mengembalikan esensi agama yang memanusiakan manusia. Banyak konflik yang
terjadi saat ini, menjadikan agama sebagai alat pembenaran bagi pihak yang
sedang berkonflik. Maka umat beragama haruslah jadi pihak yang ikut menyejukan
dan meredam konflik itu sendiri.
Kedua, terkait soal agama.
Seringkali nilai agama dijadikan sebagai parameter atau tolok ukur perilaku
orang lain berdasarkan agama yang kita anut atau yang kita yakini. Hal ini
sering menghakimi orang lain yang tidak sepaham dengan kita. Lebih baik jadikan
Agama sebagai alat ukur perilaku diri kita sendiri terhadap orang lain. Hal ini
tentunya akan meminimalkan kesalahfahaman yang ada.
"Pada masyarakat yang sangat
religius di Indonesia, agama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan kita. Makanya agama menempati posisi yang luar biasa dalam tatanan
sosial kehidupan," tandas Lukman. (Byaz)